Senin, 15 Agustus 2011

Objek sertifikat agar dipisah


OLEH SITI NURAISYAH DEWI
Bisnis Indonesia

JAKARTA Pemerintah diminta menerapkankebijakan pemisahan sertifikasi tanah dan bangunan sebagai upaya untuk menarik investasi asing pada sektor properti di Indonesia.
Martin Roestamy, Rektor Universitas Djuanda Bogor, mengatakan konsep dasarnya asing tetap tidak diberikan hak kepemilikan atas tanah, tetapi kepemilikan bangunan saja.
"Kepemilikan atas bangunan inilah yang kemudian dapat diatur dan dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang Rumah Susun yang saat ini masih dalam pembahasan," ujarnya kepada Bisnis, Selasa.
Dia menjelaskan sertifikat tanah dimiliki oleh Perhimpunan Pemilik Rumah Susun dan perhimpunan tersebut yang mengatur kepemilikan tanah bersama dengan perbandingan yang proporsional berdasarkan luasan.
Menurut dia, pemisahan sertifikasi bangunan dan tanah memiliki beberapa keuntungan di antaranya dapat menggairahkan kembali geliat investasi asing di sektor properti yang hasilnya dapat digunakan untuk subsidi silang pembangunan rumah murah.
Selain itu. papar Martin, kebijakan itu dapat mengurangi penyelundupan hukum yang selama ini terjadi yakni pembeli-an properti oleh asing atas nama warga negara Indonesia dan dapat meningkatkan pendapatan negara dalam bentuk pajak barang mewah.
"Penetapan apartemen ataupun rusun untuk asing juga diatur pada harga minimum dan berada di daerah mana. Hak guna bangunan juga dapat ditambah masa berlakunya menjadi SO tahun," ujarnya.
Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia Zulfi Syarif Koto mengatakan jika kebijakan sertifikasi atas bangunan terlepas dari sertifikasi tanah dapat diterapkan, penjabaran UU No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung dapat digunakan sebagai payung hukum.
"Dengan adanya UU sebagai payung hukum, maka dapat digunakan untuk membuka peluang investasi asing di bidangproperti yang sampai saat ini masih buntu," tutur Zulfi kepada Bisnis.
Zulfi menambahkan kebijakan itu juga dapat mempermudah masyarakat berpenghasilan rendah untuk memperoleh rumah yang layak dan harga terjangkau, seperti rusun dengan subsidi tanah dari pemerintah atau dana tanggung jawab sosial BUMN ataupun perusahaan asing dan pengadaan lahan milik pemerintah daerah.
Pakar perumahan dan permukiman Institut Teknologi Bandung M. Jehansyah Siregar mengatakan perlu dibentuk kelembagaan di daerah/kota untuk mempermudah dan mengendalikan soal kepenghunian, baik rusun untuk warga negara Indonesia maupun warga asing.
"Kebutuhan pasar asing di properti cukup besar sehingga membutuhkan pola kepenghuni-an yang lebih mantap. Menurut kami, yang bermasalah bukan pada lamanya waktu hak pakai, tetapi pada saat perpanjangan itulah yang prosesnya berbelit-belit dan membutuhkan waktu," katanya beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, Jehansyah menegaskan perlu dibentuk kelembagaan yang memiliki kewenangan untuk mengatur mengenai kepenghunian, menetapkan alokasi peruntukan asing termasuk mendata, dan mengurusi perpanjangan hak pakai.
Menurut dia, di negara maju, peran itu awalnya dijalankan oleh perusahaan perumahan negara yang mengelola public housing. Namun, secara bertahap perusahaan perumahan nasional memberdayakan unit yang sama di daerah.
Minat asing
Arief Rahardjo, Head of Research Advisory PT Cushman Wakefield Indonesia, mengatakan banyak investor asing yang tertarik menggarap proyek properti di Indonesia, terutama pembangunan perumahan dan apartemen servis dalam pengembangan kawasan terpadu.
"Saat ini, investor asing lumayan aktif berinvestasi di Indonesia, banyak yang sudah tertarik, tetapi potensi yang siap untuk dikerjasamakan masih terbatas. Kalaupun ada proyek superblok biasanya dibangun sendiri oleh pengembang lokal," ujarnya kepada Bisius kemarin.
Arief menjelaskan adanya perbedaan permintaan dan persediaan pasar properti pada suatu lokasi menyebabkan asing lebihtertarik untuk melihat per sektor .dalam pembangunan kawasan terpadu tersebut.
"Pertama asing melihat ke developernya terlebih dahulu, kemudian mempertimbangkan besaran imbal hasil. Karena adanya perbedaan pasar properti dari sisi demand dan supply, biasanya asing masuk pada sektor tertentu saja seperti perumahan dan apartemen servis, sedangkan perkantoran lebih banyak oleh pengembang lokal."
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia Eddy Ganefo mengatakan pertumbuhan bisnis properti, terutama perumahan selama 6 bulan pertama tahun ini seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat.
Selan itu, paparnya, perhatian pemerintah terhadap sektor perumahan lebih baik, terutama terkait dengan kebijakan pemberian subsidi bagi masyarakat menengah bawah.
"Pertumbuhan bisnis perumahan pada tahun ini memang lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.Perkembangannya juga hampir merata di Indonesia karena adanya kebijakan subsidi bagi kelas menengah bawah melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan," tutur Eddy.
Namun, menurut Eddy, yang perlu dibenahi terutama pada pembangunan rumah kelas menengah bawah adalah peran pemerintah daerah untuk memberikan kemudahan perizinan. (JUNAIDI HALIK) (siii.numisvahQMs-nis.co.id)

http://bataviase.co.id/node/768189


Selasa, 09 Agustus 2011

Sertifikasi Bangunan & Tanah Rusun Perlu Dipisahkan

Oleh Siti Nuraisyah Dewi
Published On: 09 August 2011

JAKARTA: Pemerhati perumahan menilai untuk memecah kebuntuan terkait investasi asing di sektor properti di Tanah Air perlu adanya pemisahan sertifikasi bangunan dan sertifikasi tanah pada rumah susun.

Rektor Universitas Juanda Martin R mengatakan konsep dasarnya tetap bahwa asing tidak diberikan hak kepemilikan atas tanah tetapi kepemilikan bangunan saja. Kepemilikan atas bangunan inilah yang kemudian dapat diatur dan dimasukkan ke dalam Rancangan UU Rumah Susun yang saat ini masih dalam pembahasan.

“Sertifikasi tanah dimiliki bersama oleh Perhimpunan Pemilik Rumah Susun, perhimpunan tersebut mengatur kepemilikan tanah bersama dengan perbandingan yang proporsional berdasarkan luasan. Dengan adanya pemisahan sertifikasi ini setidaknya ada 3 hal keuntungan yang diperoleh,” tutur Martin saat dihubungi Bisnis, kemarin.

Adapun tiga keuntungan tersebut, lanjut Martin yakni dapat menggairahkan kembali geliat investasi asing di sektor properti Indonesia dimana hasilnya juga dapat digunakan sebagai subsidi silang pembangunan rumah murah bagi masyarakat, mengurangi penyelundupan hukum yang selama ini terjadi yakni pembelian properti oleh asing atas nama WNI dan dapat meningkatkan pendapatan negara dalam bentuk pajak barang mewah.

“Penetapan apartemen atau rusun untuk asing juga diatur pada harga minimum berada dan di daerah mana. Hak guna bangunan juga dapat diperlama menjadi 50 tahun,” imbuhnya.

Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia Zulfi Syarif Koto mengatakan jika pemberian sertifikasi atas bangunan terlepas dari sertifikasi tanah dapat diterapkan, maka penjabaran UU No.28/2002 tentang Bangunan Gedung dapat digunakan sebagai payung hukum.

“Dengan adanya UU sebagai payung hukum, dapat digunakan untuk membuka peluang investasi asing di bidang properti yang sampai saat ini masih buntu,” tutur Zulfi kepada Bisnis, kemarin.

Dia menambahkan dari hal tersebut juga dapat mempermudah masyarakat berpenghasilan rendah memperoleh rumah yang layak dan terjangkau khususnya melalui rusun dengan subsidi tanah dari pemerintah atau dana CSR Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau perusahaan milik asing serta peran pengadaan lahan milik pemerintah daerah.

Sementara itu pakar perumahan dan permukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) M. Jehansyah Siregar mengatakan perlu dibentuk kelembagaan di daerah/kota untuk mempermudah sekaligus mengendalikan soal kepenghunian, baik rusun untuk WNI dan WNA.

“Kalau kami lihat kebutuhan pasar asing di properti memang besar sehingga membutuhkan pola kepenghunian yang lebih mantap. Menurut kami yang bermasalah bukan pada lamanya waktu hak pakai. Sebelumnya hak pakai 25 tahun dan dapat diperpanjang, pada saat perpanjangan inilah yang prosesnya berbelit-belit dan membutuhkan waktu,” tutur Jehansyah, beberapa waktu lalu.

Jehansyah menuturkan dari situlah pentingnya perlu dibentuk kelembagaan yang memiliki kewenangan untuk mengatur mengenai kepenghunian, menetapkan alokasi peruntukan asing termasuk mendata dan mengurusi perpanjangan hak pakai.

Dia menjelaskan di negara maju, peran ini awalnya dijalankan perusahaan perumahan negara yang mengelola public housing. Kemudian secara bertahap, sambungnya perusahaan perumahan nasional ini memberdayakan unit yang sama di daerah. (faa)

http://www.bisnis.com/infrastruktur/properti/34840-sertifikasi-bangunan-a-tanah-rusun-perlu-dipisahkan