Kamis, 17 November 2011

Rencana kenaikan harga rusunami menuai kritik

Oleh Siti Nuraisyah Dewi
Kamis, 17 November 2011 | 14:01 WIB

JAKARTA: Rencana pemerintah melalui Kementrian Perumahan Rakyat untuk menaikkan harga patokan rumah susun sejahtera milik (rusunami) bersubsidi dinilai sebuah kebijakan yang dibuat sekenanya tanpa mengevaluasi pola pengadaan rusunami sebelumnya.

Pakar perumahan dan permukiman Institut Teknologi Bandung (ITB) M. Jehansyah Siregar mengatakan pertimbangan pemerintah hanya untuk menyesuaikan kenaikan inflasi, harga bahan bangunan, dan untuk mendorong partisipasi pengembang.

“Jelas itu bukan pertimbangan penting dari perspektif perumahan rakyat. Seharusnya pemerintah melakukan evaluasi pola pengadaan rusunami sebelumnya sudah berhasil atau belum,” tutur Jehansyah melaui surat elektronik yang diterima Bisnis, hari ini.

Menurut Jehansyah perumahan rakyat itu tidak sama dengan bisnis properti. Artinya, bisa saja bisnis properti maju berkembang, tetapi pada saat yang sama kebutuhan perumahan rakyat semakin tidak terpenuhi, angka housing backlog (jumlah kekurangan rumah) makin tinggi dan permukiman kumuh semakin meluas.

 Jehansyah memaparkan banyak kendala dan kegagalan dari perspektif perumahan rakyat. Pertama, banyak pemilik rusunami bukan end user dari kalangan menengah bawah, tetapi spekulan yang menunggu harga naik atau investor properti atau landlord yang kemudian disewakan.

Kedua, pembangunan rusunami yang dimotori swasta cenderung memilih lokasi berdasarkan tanah yang dapat diusahakan pengembang saja. Akhirnya menemui banyak sekali kendala perijinan lokasi, yang artinya kurang direncanakan pada kawasan yang sesuai dengan tingkat kepadatan bangunan dan daya dukung prasarananya yang mengakibatkan tata ruang kota semakin berantakan.

Ketiga, pihak pengembang seringkali melanggar berbagai ketentuan seperti kelompok sasaran, ketentuan koefisien lantai bangunan (KLB), proporsi rusunami bersubsidi dan nonsubsidi tanpa ada sanksi yang bisa diberikan secara tegas.

“Pada dasarnya, kendala dan kegagalan Rusunami ini dikarenakan pemerintah tidak mau bekerja keras membangun kapasitas dan sistem kelembagaan penyediaan perumahan yakni sistem penyediaan perumahan publik (public housing delivery system),” paparnya.

Jehansyah menjelaskan pemerintah cenderung mau enak saja mengutak-atik harga patokan dan membuat berbagai ketentuan yang tidak akan pernah efektif dalam penerapannya. Menurutnya memang kerja seperti ini banyak komisi atau rentenya, tetapi tentu bukan itu yang diinginkan rakyat.

Pengembang, sambungnya, tidak sepatutnya disalahkan karena tujuan mereka memang mencari keuntungan. “Yang salah adalah ketika pemerintah meminta swasta menjalankan peran sektor publik yang seharusnya dijalankannya. Kesalahan mendudukkan peran ini mengakibatkan program perumahan tidak akan pernah efektif mencapai tujuan merumahkan rakyat dan hanya memfasilitasi bisnis properti saja,” ungkapnya.

Dia menambahkan subsidi yang diberikan pemerintah hanya merampas peluang pemasukan keuangan negara karena akhirnya hilang masuk ke pusaran pasar properti. (faa)
http://www.bisnis.com/articles/rencana-kenaikan-harga-rusunami-menuai-kritik

------------------------------------------------------------


RENCANA KENAIKAN HARGA RUSUNAMI HANYA UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANG

Wednesday, 16 November 2011 09:44
Jakarta, 16/11/2011 (Kominfonewscenter) – Rencana pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) menaikkan harga patokan rumah susun sederhana milik (Rusunami) bersubsidi sungguh-sungguh sebuah kebijakan yang dibuat sekenanya.

“Langkah ini dilakukan tanpa mengevaluasi lebih dahulu apakah pola pengadaan Rusunami sebelumnya sudah berhasil atau belum”, kata Ir. Moh. Jehansyah Siregar, MT., Ph.D Housing and Settlements Research Group, ITB Selasa (15/11).
Jehansyah mengatakan pertimbangan di belakangnya sekedar untuk menyesuaikan kenaikan inflasi dan harga bahan bangunan serta untuk mendorong partisipasi pengembang, jelas bukan pertimbangan penting dari perspektif perumahan rakyat.
”Ini semata demi kepentingan pengembang dan bisnis properti belaka”, kata Jehansyah.
Padahal urusan perumahan rakyat itu tidak persis sebangun dengan bisnis properti, artinya bisa saja bisnis properti maju berkembang, namun pada saat yang sama kebutuhan perumahan rakyat semakin tidak terpenuhi, angka housing backlog makin tinggi dan permukiman kumuh semakin meluas.
Menurut Jehansyah bila dievaluasi secara umum, hasil pembangunan Rusunami periode sebelumnya menemui banyak kendala dan kegagalan dari perspektif perumahan rakyat.
Pertama, banyak kelompok sasaran yang tidak mengena secara efektif. Banyak pemilik Rusunami bukan end-user dari kalangan menengah bawah, melainkan para spekulan yang menunggu harga naik atau investor properti atau landlord yang kemudian menyewa-nyewakannya, akibatnya banyak keluarga muda kelas menengah bawah yang tetap terlantar.
Kedua, pembangunan Rusunami yang dimotori swasta cenderung memilih lokasi berdasarkan tanah yang dapat diusahakan pengembang saja, akhirnya menemui banyak sekali kendala perijinan lokasi, artinya kurang direncanakan pada kawasan yang sesuai dengan tingkat kepadatan bangunan dan daya dukung prasarananya, dan akibatnya tata ruang kota semakin berantakan.
Ketiga, pihak pengembang seringkali melanggar berbagai ketentuan seperti kelompok sasaran, ketentuan KLB, proporsi rusunami bersubsidi dan non-subsidi, dan sebagainya, tanpa ada sanksi yang bisa diberikan secara tegas karena memang aset tersebut miliknya.
“Kegagalan dan berbagai kendala mekanisme pengadaan Rusunami inilah yang seharusnya dievaluasi. Bukan seolah-olah tidak ada masalah dan sekenanya saja ingin menetapkan harga patokan harus dinaikkan”, kata Jehansyah.
Jehansyah menambahkan pada dasarnya kendala dan kegagalan Rusunami ini dikarenakan pemerintah tidak mau bekerja keras membangun kapasitas dan sistem kelembagaan penyediaan perumahan, dalam hal ini adalah sistem penyediaan perumahan publik (public housing delivery system).
Pemerintah cenderung mau enak saja mengutak-atik harga patokan dan membuat berbagai ketentuan yang tidak akan pernah efektif dalam penerapannya.
Memang kerja seperti ini banyak komisi atau rentenya, namun tentu bukan itu yang diinginkan rakyat.
“Kita tidak sepatutnya pula menyalahkan pengembang, karena dapat dipahami tujuan mereka memang mencari untung”, kata Jehansyah, seraya menambahkan yang salah adalah ketika pemerintah meminta swasta menjalankan peran sektor publik yang seharusnya dijalankannya.
Kesalahan mendudukkan peran ini mengakibatkan program perumahan tidak akan pernah efektif mencapai tujuan merumahkan rakyat dan hanya memfasilitasi bisnis properti saja.
Sedangkan berbagai subsidi PPn, BPHTB, prasarana, dan sebagainya yang telah diberikan berarti hanya merampas peluang pemasukan keuangan Negara, karena akhirnya hilang raib masuk ke pusaran pasar properti, tak berbekas ibarat menabur garam di laut.
Untuk itu, demi tercapainya amanat UUD1945 Pasal 28H, demi merumahkan seluruh rakyat secara berkeadilan, pemerintah harus segera berbenah diri meninggalkan segala bentuk fasilitasi bisnis properti.
Pemerintah harus kembali ke jalur kebijakan perumahan rakyat sebagai pemimpin pengembangan permukiman skala besar, baik melalui skema kota baru maupun penataan kawasan.
Berbagai kapasitas dan sistem kelembagaan perumahan rakyat di sektor publik perlu segera dipupuk dan dibangun (Public Housing dan Community Housing Delivery Systems).
“Mulai sekarang juga ! Reformasi dan penguatan Perumnas menuju NHUDC (National Housing and Urban Development Corporation) harus menjadi agenda utama, tegas Jehansyah.
Demikian pula Perumda-perumda atau LHUDC segera didorong melalui berbagai skema kemitraan.
Konsolidasi dan pemanfaatan lahan-lahan BUMN dan Instansi Negara untuk perumahan rakyat harus dilakukan bersamaan dengan pembenahan transportasi kota untuk mencapai struktur ruang yang efisien dan produktif dari kota-kota besar di tanah air.
Pembangunan perumahan dan perkotaan yang dipimpin sektor publik (public sector led) dengan memimpin para pihak lainnya sehingga efisien dan terencana dengan baik, adalah kunci kemajuan pembangunan ekonomi.
”Pengalaman berbagai Negara maju di Asia sudah membuktikan hal ini”, kata Jehansyah. (mm)


http://kominfonewscenter.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1725:rencana-kenaikan-harga-rusunami-hanya-untuk-kepentingan-pengembang&catid=44:nasional-kesra&Itemid=53

Tidak ada komentar:

Posting Komentar